Pengolahan Sampah Zero Waste, Startup Jangjo Hadirkan Produk Bernilai Ekonomi
GalaPos, Jakarta.
Perusahaan startup, Jangjo menghadirkan solusi pengelolaan sampah terintegrasi yang bisa dimanfaatkan masyarakat luas. Jalan panjang penanganan sampah masih menjadi persoalan yang tak kunjung berakhir khususnya di perkotaan.
Selain, pengelolaan sampah zero waste, perusahaan rintisan yang didirikan tahun 2019 lalu tersebut, Jangjo memfokuskan mengubah sampah menjadi barang yang bernilai. Dengan sistem dan teknologi berbeda, diharapkan dapat menjadi solusi menangani persoalan sampah yang terus menggunung di Tempat Pengelolaan Sampah (TPS).
Co-Founder dan CEO Jangjo, Joe Hansen, mengatakan pihaknya menghadirkan teknologi JOWI Integrated System mendorong sirkular ekonomi sehingga seluruh sampah diolah menjadi barang berharga. Menurutnya JOWI System dinilai efektif untuk mendukung sistem desentralisasi pengolahan sampah di perkotaan karena membutuhkan area yang lebih sedikit dibandingkan sistem konvensional.
"JOWI hanya membutuhkan area pengelolaan sampah seluas 3.000 m2, sedangkan sistem konvensional membutuhkan 10.000 m2," Joe Hansen, saat ditemui di coffe shop dengan desain interior yang menggunakan sejumlah produk JangJo, Jumat, 19 Juli 2024.
Lebih lanjut, pihaknya juga mengusung pengolahan sampah dengan metode desentralisasi tempat pengelolaan sampahnya tidak terpusat di satu titik. Metode desentralisasi dalam pengolahan sampah dinilai lebih efektif dibandingkan harus membawa seluruh sampah ke satu titik (sebagai contoh TPST Bantar Gebang).
Baca: Bank Sampah Induk (BSI) Kendal ‘Tukar Sampah jadi Emas’, Tangani Limbah Mandiri dan Bernilai Ekonomi
Dalam pengolahan sampah, Joe Hansen menjelaskan, dari limbah rumah tangga yang dikirim, akan dipilah. Jika barang-barang yang berharga sudah dipisahkan, teknologi yang digunakan Jangjo akan mengolah sisa sampah yang masuk menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) atau Solid Recovered Fuel (SRF), dan lainnya dijadikan pakan maggot BSF. Produk sampah organik dari BSF ini juga berpeluang untuk di ekspor atau pakan ternak.
Sementara sampah berbahan plastik akan dijadikan beragam produk, diantaranya untuk bahan bakar pabrik semen.
"Sisa-sisanya yang plastik ini, ini kita cacah jadi RDF, jadi bahan bakar semen. Kita jual ke pabrik semen," terang Joe.
Tak hanya sampai disana, produk dari residu sampah plastic juga dijadikan produk yang bernilai jual lainnya.
"Ada inovasi juga selain pabrik semen. Plastik-plastik lembaran ini kami tiup jadi SRF. Jadi, plastik-plastik ini bisa kita inovasi, kita bikin jadi semacam plank kayu," lanjutnya.
Dengan sistem dan teknologi pengelolaan sampah seperti ini, Jangjo tidak akan meninggalkan residu apa pun. Seluruh sampah akan dikelola sampai habis dan tidak ada yang tersisa. Ini merupakan metode terbaik untuk tidak menumpuk sampah yang berpotensi menyebarkan penyakit.
"Teknologi ini jauh lebih aman ketimbang (teknologi pengelolaan sampah lainnya). Keyakinan ini muncul karena Jangjo fokus melakukan riset selama bertahun-tahun sebelum mengembangkan alat yang cocok untuk sampah di Indonesia,” tegas Joe.
Masalah sampah di Indonesia memang tidak pernah selesai. Bahkan, sampah di TPS Bantar Gerbang terus meningkat setiap tahunnya. Menurutnya, ada yang salah dengan sistem pengolahan sampah, padahal teknologi sudah semakin berkembang.