Pendidikan di Ujung Tanduk, Akses Jalan Buruk Hambat Belajar di Maros

GalaPos ID, Kab. Maros.
Setiap pagi sejak pukul 06.00 WITA, siswa SDN 107 Langkeang, Kelurahan Mattirodeceng, Kecamatan Lau, Kabupaten Maros, memulai perjalanan panjang sejauh lima kilometer demi satu tujuan: belajar di sekolah.
Di balik kisah pilu akses sekolah, tersimpan semangat warga dan guru Maros dalam membangun pendidikan dengan dana dan tenaga sendiri. Tapi apakah cukup jika negara tetap absen?

Potret Miris Pendidikan Maros: Jalan Rusak, Siswa Terpaksa Naik Perahu

"Ketika anak-anak kecil harus menyusuri pematang sawah dan menyeberangi empang untuk sekolah, kita harus bertanya: di mana negara?"

Baca juga:

Gala Poin:
1. Siswa SDN 107 Langkeang harus berjalan 5 km setiap hari tanpa akses jalan layak.
2. Saat musim hujan, jalur ke sekolah tergenang banjir; siswa terpaksa naik perahu atau belajar daring—yang juga sulit dilakukan.
3. Guru dan siswa berharap pemerintah segera turun tangan memperbaiki infrastruktur demi keselamatan dan akses pendidikan yang adil.


Tak ada jalan beraspal, tak ada kendaraan. Mereka menyusuri pematang sawah, melintasi empang, bahkan bebatuan karst yang licin dan tajam. Waktu tempuhnya bisa mencapai satu jam.

“Saya berangkat jam enam pagi dari rumah, sampai di sekolah jam tujuh,” ujar Nuraisa, siswi SDN 107 Langkeang.

Buruknya infrastruktur bukan hal baru di wilayah ini. Namun hingga kini, belum terlihat langkah konkret dari pemerintah daerah untuk memperbaiki akses jalan yang menjadi jalur utama menuju sekolah tersebut.

Baca juga:
Chat Asusila Viral, Karier Hokky Caraka Terancam?

Amir, guru di SDN 107 Langkeang, menyebutkan kondisi akan jauh lebih buruk saat musim hujan tiba. Tak jarang, siswa datang tanpa alas kaki atau bahkan menggunakan perahu karena wilayah sekitar sekolah rawan banjir.

“Kami sangat berharap pemerintah setempat memberikan perhatian lebih kepada Kelurahan Langkeang, terutama terkait akses jalan ke sekolah,” ungkap Amir, dikutip Jumat, 3 Oktober 2025.

Situasi makin pelik karena keterbatasan akses digital membuat pembelajaran daring tidak efektif.

"Namun tidak semua siswa bisa mengikuti pembelajaran daring karena beberapa siswa tidak memiliki handphone, jadi mereka terpaksa ke sekolah tanpa alas kaki atau naik perahu," tambah Amir.

SDN 107 Langkeang, Ketika Sekolah Harus Ditempuh Lewat Sawah dan Batu Karst

 

Realitas ini menunjukkan ketimpangan akses pendidikan yang nyata. Ketika sebagian daerah berlomba membangun smart school, anak-anak Langkeang masih berjuang agar bisa duduk di bangku kelas.

Dinas Pendidikan Maros sendiri mengakui kekurangan guru ASN yang cukup signifikan. Namun hingga kini, belum ada langkah nyata yang mengatasi kesenjangan ini dalam waktu dekat.

 

Baca juga:
Tim SAR Cilacap Cari Korban Percobaan Bunuh Diri di Pantai Ambal

"Anak-anak SDN 107 Langkeang harus berjalan kaki sejauh 5 km setiap hari, melintasi sawah dan batuan karst, demi satu hal: bisa sekolah. Namun negara seolah tutup mata pada perjuangan mereka."

#PotretPendidikan #AksesSekolah #Maros #GalaPosID #MediaPublikasiIndonesia

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال