Saham dengan Dividen Besar di 2025, Peluang Cuan atau Risiko?
GalaPos ID, Jakarta.
Perusahaan riset keuangan CLSA merilis daftar 18 saham yang diprediksi memberikan imbal hasil (yield) dividen di atas 5% untuk tahun 2025.
Namun, dividen besar dan pasar saham 2025, dapat menjadi peluang atau tantangan?
Beberapa saham dengan yield tertinggi antara lain ADRO (hampir 12%), ITMG (lebih dari 10%), dan PTBA (mendekati 10%).
"Tak sedikit investor menyoroti saham-saham yang diprediksi memberikan dividen tinggi pada tahun 2025. Di sisi lain, penurunan suku bunga dan dinamika pasar modal menjadi perhatian utama."
Saham-saham lain yang masuk dalam daftar ini termasuk UNTR, AKRA, BBRI, BTPS, DMAS, TLKM, BBNI, dan PGAS dengan yield sekitar 7-8%.
Sementara itu, BMRI, SIDO, SMGR, INDF, ASII, UNVR, dan BSDE berada di kisaran 5-6%.
Baca juga:
Investor Hong Kong Soroti Kebijakan BI dan Saham BBRI
Dalam pertemuan CLSA dengan investor di Hong Kong, muncul pertanyaan terkait penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%.
CLSA menjelaskan, BI telah mempertimbangkan target inflasi 1,5-3,5% untuk 2024-2026 serta prediksi penurunan suku bunga The Fed (FFR) sebesar 25 bps pada semester II-2025.
Gala Poin:
- CLSA merilis 18 saham dengan potensi yield dividen di atas 5% pada 2025, dengan ADRO, ITMG, dan PTBA di posisi teratas.
- Investor Hong Kong mempertanyakan kebijakan penurunan suku bunga BI dan bersikap skeptis terhadap saham BBRI.
- Penurunan harga saham di BEI menciptakan peluang investasi, tetapi tantangan likuiditas dan peran intervensi pemerintah tetap menjadi perhatian.
Selain itu, bank sentral juga memperhitungkan pergerakan rupiah yang diperkirakan berada di Rp 16.300-16.400 per dolar AS sebagai konsekuensi kebijakan pro-pertumbuhan.
Sementara itu, investor Hong Kong cukup skeptis terhadap saham BBRI.
Meski demikian, mereka mengakui valuasi dan potensi yield dividen bank BUMN ini masih menarik, terutama menjelang perubahan direksi yang dijadwalkan pada Maret mendatang.
Pasar Saham Indonesia: Harga Turun, Peluang Terbuka?
Kekhawatiran utama investor saat ini adalah penurunan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Namun, sebagian besar sepakat bahwa kondisi ini menciptakan peluang karena harga saham menjadi lebih murah.
Saham sektor konsumsi masih menarik minat, meskipun tantangan likuiditas masih menjadi perhatian utama.
CLSA juga menyoroti peran intervensi pemerintah dalam meningkatkan likuiditas pasar, mendorong pemulihan ekonomi segmen mass-market, serta menarik lebih banyak investasi asing langsung (FDI).
Untuk saham dengan kapitalisasi pasar menengah hingga besar, CLSA merekomendasikan BBCA, BMRI, TLKM, ICBP, dan AMRT dengan target harga masing-masing Rp 12.100, Rp 7.700, Rp 3.500, Rp 14.300, dan Rp 3.430.
Dilansir dari laporan Bloomberg dan CNBC Indonesia, penurunan suku bunga BI berpotensi meningkatkan permintaan kredit dan daya beli masyarakat.
Namun, volatilitas rupiah dan arus modal asing masih menjadi faktor yang harus diwaspadai investor.
Sementara itu, data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan tren pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) di perbankan masih kuat, yang bisa menjadi indikator positif bagi sektor keuangan.
Dengan kondisi pasar yang dinamis, investor perlu mengambil keputusan berdasarkan analisis mendalam, mempertimbangkan fundamental perusahaan, dan memahami risiko yang ada.
#Investasi2025 #SahamDividenTinggi
#PasarModal