Kemen PPPA Awasi Kasus Kekerasan Anak di Depok dan Pastikan Perlindungan Korban

GalaPos ID, Jakarta.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memastikan pemantauan kasus kekerasan fisik di sebuah tempat penitipan anak (daycare) di Kota Depok, Jawa Barat. Melalui tim layanan SAPA 129, Kemen PPPA melakukan pendampingan terhadap korban.

Kemen PPPA juga telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Depok untuk memastikan penanganan kasus ini sesuai dengan prinsip perlindungan anak
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, Kamis, 1 Juli 2024

Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, Kamis, 1 Juli 2024. Kemen PPPA juga telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Depok untuk memastikan penanganan kasus ini sesuai dengan prinsip perlindungan anak.

Nahar, menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi dengan semua pihak terkait dan akan terus memantau proses penanganan kasus untuk memastikan kepentingan terbaik bagi anak korban.

“Upaya saat ini difokuskan pada dukungan terhadap korban dan proses hukum terkait dugaan kekerasan yang dilakukan oleh pemilik daycare di Kota Depok. Orang tua korban telah melaporkan kasus ini ke kepolisian, dan kasus tersebut sedang ditangani oleh Polres Kota Depok. Pelaku telah diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka. Kami menghargai respons cepat pihak kepolisian dalam menetapkan pelaku sebagai tersangka,” ujar Nahar, Kamis, 1 Juli 2024.

Dalam penanganan dan pendampingan korban, Nahar mengungkapkan bahwa Kemen PPPA telah bekerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), UPTD PPA Kota Depok, dan Polres Kota Depok. Kerja sama ini bertujuan untuk memastikan korban mendapatkan hak-haknya, termasuk pemulihan fisik dan psikis.

“Setiap tempat penitipan anak harus memiliki izin operasional dari lembaga yang berwenang untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tujuan lembaga tersebut. Tempat penitipan anak yang terdaftar akan mendapatkan pembinaan dan pengawasan serta panduan pelaksanaan tugas. Meski terdaftar, tetap ada kemungkinan oknum tidak mengikuti pedoman. Jika terdapat unsur pidana, kasus harus dilaporkan dan diproses sesuai hukum karena korbannya adalah anak. Orang tua berhak membuat laporan polisi jika ada bukti pidana untuk memastikan kasus ini diselidiki dan pelaku mendapatkan sanksi sesuai undang-undang Perlindungan Anak,” jelas Nahar.

Nahar juga menambahkan bahwa lembaga penitipan anak harus memiliki sumber daya manusia yang memadai dan mekanisme penyelesaian masalah untuk menangani penyimpangan. Penyelesaian harus melibatkan tindakan hukum dan administrasi. Pemeriksaan kondisi fisik dan psikis anak diperlukan untuk menentukan langkah intervensi yang tepat.

Nahar mengungkapkan bahwa pelaku diduga telah melanggar Pasal 76C jo. Pasal 80 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana penjara antara 3 tahun hingga 6 bulan dan/atau denda hingga Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

Nahar mendorong agar proses hukum terhadap pelaku dapat berjalan dengan cepat dan adil, dan menegaskan komitmennya untuk mengawal kasus ini hingga keadilan terpenuhi bagi anak korban.

“Kami akan terus memantau dan memastikan bahwa anak korban serta keluarganya mendapatkan keadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kami juga siap memberikan bantuan pendampingan hukum dan psikologis bagi korban. Kami mengimbau kepada seluruh orang tua dan masyarakat untuk bersama-sama melindungi anak dari potensi kekerasan di lingkungan sekitar. Semua anak adalah tanggung jawab kita bersama yang wajib kita lindungi,” tegas Nahar.